Asrama Santri Mudi Mesra Samalanga |
Dayah, dalam bahasa arab adalah”Zawiyah”, yang berarti sudut. Karena sudut mesjid selalu dijadikan tempat majelis pengajian .
Kata “zawiyah” itu kemudian dalam dialeg bahasa Atjeh menyebutnya Dayah. Nama Dayah dalam terminology orang Aceh adalah sebuah lembaga pendidikan islam yang berperan aktif membina keteguhan keimanan, akhlaq, semangat jihad dan keilmuan masyarakat.
Nanggroe Aceh sebagai wilayah pertama menerima kehadiran islam dikawasan Asia Tenggara sejak abad pertama Hijriah, dimana negeri ini merupakan kawasan dimana rakyat memiliki karakteristik tersendiri.
Keunikan karakteristik ini disebabkan oleh pengaruh islam yang begitu kuat dalam proses pembentukan rakyat Aceh yang islami. Bahkan islam menjadikan asas bagi pembinaan budaya itu sendiri.
Keadaan tersebut terus bertahan karena kesadaran rakyat Atjeh yang tinggi dalam menjalankan dan menjaga nilai – nilai keagamaan yang begitu kuat..
Pada masa zaman kejayaan Atjeh, Sultan Iskandar Muda, Dayah atau Pasantren di Aceh menjadikan suatu lembaga resmi, yaitu tempat mencetak kader – kader aparatur Pemerintahan kerajaan Atjeh dan sekaligus dijadikan tempat pembentukan aqidah masyarakat Aceh yang islami.
Kondisi tersebut terus berjalan sampai masuknya pemerintah kolonial Belanda melakukan invansi kebumi Atjeh. Para ulama menjadikan Dayah sebagai basis perjuangan melancarkan gerakan jihad melawan penjajahan kolonial belanda dan melawan Jepang.
Pada waktu itu, peranan para ulama sangat meluas dan bahkan merambah kewilayah politik. Waktu perang melawan Kolonial Belanda di Nanggroe Atjeh, peran ulama adalah berada dibarisan depan, setelah tertawannya sultan.
Para ulama tidak hanya berperan sebagai pemimpin agama dalam masyarakat, namun juga ia sebagai pemimpin politik dan militer di bumi Serambi mekkah ini.
Setelah Indonesia merdeka, peranan Dayah diganti oleh sekolah – sekolah yang didirikan oleh Pemerintah sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam kondisi demikian, Dayah sebagai lembaga pendidikan islam tertua tetap eksis dibawah asuhan para ulama.
Memang sungguh menarik kalau berbicara tentang Dayah atau Pasantren, sebab lembaga pendidikan agama ini tidak mengutip biaya, sehingga menjadikan Dayah tersebut lebih dekat dengan masyarakat kelas bawah.
Sore itu, jam menunjukkan pukul 16.oo wib, hujan rintik – rintik jatuh di bumi Kota Samalanga, yang dijuluki “Kota Santri”. Kami Redaktur Pelaksana tabloid Moslem melihat Dayah Lembaga Pendidikan Islam (LPI) Ma’hadal Ulum Diniyyah Islamiyyah Mesjid Raya( Mudi Mesra) di Gampong Mideun Jok, Kemukiman Mesjid Raya, Samalanga, atau sekitar 35 km dari wilayah barat ibu Kota Kabupaten Bireuen.
Dayah Mudi Mesra ini didirikan seiring dengan pembangunan Mesjid Raya Samalanga. Perletakan batu pertama dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda pada sekitar abad ke 1607 – 1636.
Waktu itu pimpinan Dayah pertama dikenal dengan nama Faqeh Abdul Ghani. Bersamaan pemerintahan Samalanga dijabat oleh Tun Sri Lanang, asal Negara jiran Malaysia.
Namun sayangnya, sejarah Dayah pimpinan Teungku Faqeh tidak tercatat, selain berapa lama Tgk Faqeh ini memimpin Dayah dan siapa pula sebagai peganti selanjutnya.
Dayah Mudi Mesra sejak tahun 1927 tercatat tentang kepemimpinan Dayah ini. Sejak itu Dayah Mudi Mesra dipimpin oleh al – Mukarram Tgk H Syhabuddin bin Idris dengan jumlah santri 100 orang putra dan 50 orang putri.
Waktu itu, bangunan asrama santri merupakan barak – barak darurat yang dibangun dari bamboo dan atap rumbia. Setelah Tgk H Syihabuddin wafat tahun 1935 Dayah ini dipimpinoleh adik iparnya, yaitu al-Mukarram Tgk H Hanafiah bin ibnu Abbas, atau lebih dikenal dengan tgk Abi.
Jumlah santri ditangan tgk Abi lebih meningkat, yaitu 150 orang putra dan 50 orang putri. Namun kondisi fisik bangunan Dayah belum ada yang berubah. Dalam kepemimpinan Tgk Abi, Dayah tersebut sempat diperbantukan kepada Tgk M Shaleh selama dua tahun, yaitu ketika tgk Abi pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji dan sekaligus menimba ilmu agama di Negara Arab itu.
Pada tahun 1964 al-Mukarram Tgk H Hanafiah wafat, Dayah Mudi Mesra itu dipimpin oleh salah seorang menantunya, yaitu Tgk H Abdul Aziz bin M Shaleh.
Tgk H Abdul Aziz yang lebih akrab panggilan Abon ini dikenal ahli “al-Mantiqi” ,karena beliau spesialisasi dalam bidang logika.
Al-Mukarram Abon Tgk H Abdul Aziz adalah salah seorang murid dari Abuya Muda Wali Pimpinan Dayah Bustanul Muhaqqiqin Darussalam Labuhan Haji, Aceh Barat.
Sejak itulah Dayah Mudi Mesra para santrinya terus bertambah terutama berasal dari Aceh dan Sumatera. Waktu itu baik sarana dan prasarana sudah lebih maju dari sebelumnya. Bangunan bilik penginapan mulai ada perubahan, dari barak darurat kepada asrama semi permanen berlantai dua dan asrama berlantai tiga.
Untuk santriwati dibangun asrama berlantai dua dapat menampung 150 rang, sedangkan untuk lantai dasar digunakan untuk Mushalla.
Kemudian pada tahun 1989 Abon tgk H Abdul Aziz wafat, Dayah Mudi Mesra melakukan pergantian pimpinan Dayah ini melalui kesepakatan para alumni dan masyarakat. Setelah musyawarah itu mempercayakan pimpinan Dayah kepada salah seorang menantunya, yaitu Tgk H Hasanoel Bashry bin H Gadeng.
Tgk H Hasanoel atau lebih akrab sebutan Abu Mudi adalah salah seorang santri senior lulusan Dayah itu, serta sudah berpengalaman dalam mengelola Dayah semenjak Abon Aziz dalam keadaan sakit.
Mulai saat itu Dayah Mudi Mesra dibawah pimpinan tgk H Hasanoel mengalami kemajuan. Jumlah santri yang menuntut ilmu di Dayah ini terus bertambah. Para santri dan santriwati datang dari berbagai daerah, baik dari dalam maupun luar Aceh.
Menurut tgk Sayed Mahyiddin, wakil Pimpinan Dayah Mudi Mesra mengatakan, kini jumlah santri yang mondok di Dayah Mudi Mesjid Raya, Samalanga, mencapai 4.887 orang. Dari jumlah tersebut santriwan adalah 2.543 orang, dan santriwati 2.294 orang.
Sedangkan tenaga pengajar di Dayah Mudi ini adalah sebanyak 632 orang. Hal ini menurut Tgk Sayed Mahjiddin, tidak sebanding dengan kapasitas daya tamping kamar yang ada. Yaitu katanya,3.178 orang yang bisa tertampung, sedangkan selebihnya 2.341 orang santri tidak mendapat kamar penginapan.
Menurut Tgk Sayed Mahjiddin didampingi ketua STAI Al-AziziyahTgk Muntasir A.Kadir, S.Ag,MA mengatakan, Ma’hadal Ulum Diniyyah Islamiyyah Mesjid Raya(MUDI Mesra),Samalanga, kini mempunyai alumni 12 ribu lebih yang tersebar diseluruh Indonesia dan bahkan ada di luar negeri.
Mudi Mesra Samalanga, ditangan Abu Mudi, sebutan untuk tgk H Hasanoel Bashry sebagai pimpinan Dayah, telah banyak berbagai kemajuan.Pada tanggal 15 April 2003 telah membentuk sebuah lembaga yang diberi nama Yayasan Pendidikan Islam Al-Aziziyah (YPIA)Samalanga, Kabupaten Bireuen.
YPI Al-Aziziyah adalah sebuah lembaga kemasyarakatan yang berbasis Dayah salafiyah, adalah bertekad untuk menghimpun para alumni dalam satu wadah kesatuan. Pendirian yayasan YPI Al-Aziziyah tersebut didirikan setelah berdiskusi dengan berbagai alumni senior Dayah Mudi Mesra, seperti Tgk H M Kasem,(alm),Abon Tanjongan yaitu Tgk H M Amin (alm), Tgk H Usman Ali (Abu Kuta Krueng) dan Waled Marzuki di Jakarta serta sejumlah alumni senior lainnya.
Penabalan nama al-Aziziyah diambil sempena dari nama almarhum Tgk H Abdul Aziz bin Shaleh . Abon Aziz adalah salah seorang pimpinan Dayah Mudi Mesra yang telah mampu mendirikan landasan dasar bagi kemajuan Dayah. Visi dan semangat Abon Aziz diharapkan menjadi symbol YPI Al-Aziziyah dalam melaksanakan kegiatannya.
Berangkat dari itu, merupakan fokus utama yayasan adalah pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan Islam di Bumi Iskandar Muda ini.(Umar Pandrah)
Pimpinan Dayah Mudi Mesjid Raya dari masa ke masa.
1. Tgk Faqeh Abdul Ghani. Abad ke 1607 - 1636
2. Tgk H Syihabubdin Bin Idris 1927 - 1935
3. Tgk H Hanafiah Bin Ibnu Abbas 1935 – 1958
4. Tgk H Abdul Aziz Bin M Shaleh 1958 - 1989
5. Tgk H Hasanoel Bashry Bin H Gadeng 1989 sekarang.
Syukran...
0 komentar:
Posting Komentar